Seikhlas Salman Al-Farisi Ditikung Abu Darda


Judul di atas semoga tidak terlalu bombastis atau malah terindikasi mencemarkan salah seorang sahabat Rasulullah saw, semoga tidak demikian adanya. Karena sebenarnya yang terjadi adalah ‘tikung’ yang syar’i dan atas kehendak Allah subhanahu wa ta’ala. Kisah tentang sahabat rasul memang banyak menyimpan ibrah dan teladan. Termasuk sepenggal episode kisah dua orang sahabat rasul, Salman al-Farisi r.a dan Abu Darda r.a yang memang sudah begitu populer.

Adalah seorang Salman al-Farisi, salah seorang sahabat Rasulullah saw berdarah Persia, dimana dulunya sebelum memeluk Islam termasuk menjadi bagian dari orang-orang majusi, penyembah api (Zoroaster). Namun ketika cahaya Islam menyentuhnya – layaknya para sahabat yang lain – menjadi salah seorang yang militan dan semangat dalam membela Islam.

Suatu ketika Salman al-Farisi tengah gundah gulana, sang arsitek Perang Khandak tersebut tengah mencari jodoh. Mungkin lama sudah ia membujang hingga perlunya  ingin segera mengakhiri masa kejombloannya secara syar’i. Rupanya Salman al-Farisi telah lama mengincar salah seorang fulanah shalihah yang hendak ia khitbah dalam waktu dekat.

Menurur riwayat, perempuan pujaan Salman tersebut adalah gadis Anshor yang merupakan seorang mu’minah nan cantik lagi shalihah. Namun urusan khitbah bukan permasalahan sepele bagi Salman, ia butuh seorang perantara untuk menyampaikan keinginannya melamar si fulanah. Terbesitlah salah seorang sahabat karibnya untuk dimintai pertolongan, Abu Darda.

Madinah bukanlah tempat kelahiran dan daerah asal Salman al-Farisi, oleh karenanya ia meminta Abu Darda menjadi perantara prosesi khitbahnya.keinginnan Salman pun disampaikan ke Abu Darda. “Subhanallah wal Hamdulillah” ucap Abu Darda  dengan penuh kegirangan seba’da mendengar keinginan sahabatnya Salman yang hendak meminta bantuannya perihal lamar-melamar. Abu Darda pun tak perlu pikir panjang, dengan senang hati ia membantu hajat sahabatnya tersebut.

Hingga tiba waktunya mereka berdua menuju ke rumah gadis anshor yang  disukai oleh Salman al-Farisi. Setelah sampai di rumah orang tua fulanah tersebut, Abu Darda bertemu dengan kedua orang tuanya. Tanpa babibu panjang lebar, Abu Darda mengungkapkan perihal maksud kedatangannya.

Saya adalah Abu Darda dan ini adalah saudara saya Salman al-Farisi dari Persia. Allah telah memuliakannya dengan Islam dan dia telah memiliki kedudukan mulia di mata Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam hinga beliau menyebutnya sebagai ahlul bait” ucap Abu Darda dengan penuh wibawa. “Saya datang ke sini mewakili saudara saya Salman al-Farisi untuk melamar putri Anda”.

Ternyata sang gadis telah mendengar sayup-sayup dari bilik rumah perbincangan antara kedua orang tuanya dan Abu Darda. Sang Ayah dari seorang putri yang diidamkan oleh Salman pun mengembalikan semua keputusan pada putrinya, apakah menerima atau menolak. Lantas sang Ibunda berbicara mewakili putrinya dan takdir Allah berkehendak lain. “Maafkan kami atas keterusterangan ini, putri kami menolak dengan penuh hormat pinangan ananda Salman al-Farisi”.

Tak cukup sampai disitu, bak halilintar di siang bolong, Ibu dari sang putri shalihah berucap “Namun jika Saudara Abu Darda memiliki tujuan yang sama, maka putri kami lebih memilih antum sebagai calon suaminya”Arrrgggghhhh....

Bayangkan jika kita berada di posisi Salman saat itu, apa yang akan kita lakukan mendengar hal tersebut. Penulis sendiri sebagai manusia biasa yang ‘awam’ ilmu agamanya akan merasa hancur lebur, hati terasa tersayat, tak terukur kekecewaan, cinta bertepuk tak terbalas. Namun tidak demikian dengan Salman al-Farisi, disinilah letak kemuliaan manusia-manusia hasil didikan Rasulullah saw.

Dengan fasih dan berwibawa ia berujar “Semua mahar dan nafkah yang aku persiapkan ini aku serahkan papa Abu Darda” . Tak cukup berkata itu, Salman kembali mengucap lantang “Dan aku akan menjadi saksi atas pernikahan kalian”.

Kisah tersebut akhirnya termaktub dan mengekal dalam sejarah Islam karena kemuliaan Salman al-Farisi yang tidak menuhankan cinta semata. Bayangkan jika Salman bersikap sebaliknya, berputus asa, galau merana, lari mengambil pisau atau mencari tebing untuk mengakhiri hidupnya (hehe... bercanda), mungkin hanya akan menjadi romansa picisan yang cepat berlalu.

Perihal khitbah, nikah dan jodoh adalah satu hal yang selalu menarik untuk diperbincangkan. Terlebih di bulan Syawal ini, ratusan jomblo dipastikan melepas masa lajangnya sekaligus masih banyak pula para jomblo yang semakin galau melihat berderet sahabat angkatan gengnya telah menikah.

Hikmah dari kisah tersebut tidak semata meneladani kualitas akhlak dan keimanan Salman al-Farisi semata, tentu masih ada hikmah yang lain. Yaitu untuk kaum jomblowan biar gak jadi pagar makan tanaman alangkah baiknya pastikan ‘makcomblang’ yang kamu pilih saat melamar si dia tidak lebih keren atau lebih tampan daripada kamu, tidak juga lebih kaya dari kamu, syukur-syukur dia sudah menikah, tentu itu lebih aman. Intinya tetap semangat aja mencari jodoh ya mblo. 

Post a Comment

0 Comments