Cinta Satu Frekuensi


Islam telah menuntun segala aspek kehidupan umatnya agar semua aktivitasnya bermuara pada satu hal yaitu keridhaan Allah Swt. Termasuk dalam kehidupan berumah tangga, Islam telah memberi tuntunan tips dan trik terbaik dari mulai saat memilih calon pendamping hidup hingga proses berumah tangga itu sendiri.


Perihal memilih pendamping hidup, Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam telah menasehatkan agar umatnya mengutamakan kualitas dien sebagai  prioritas utama kriteria sang calon pendamping hidup. Tolak ukur keberuntungan dan kebahagiaan sebuah keluarga kedepannya akan sangat  ditentukan sejauh mana kualitas keimanan dan keislaman pasangan hidupnya.

Namun banyak yang menyangka bahwa keshalihan seseorang seakan dipersepsikan bahwa pasangannya tidak punya kekurangan, selalu tampak sempurna, pengertian dan serba tahu apa yang diinginkan pasangan hidupnya. Ketika kita menikahinya, kita telah yakin bahwa pasangan hidup kita shalih/shalihah. Namun ketika mendapati ternyata ada sesuatu yang mungkin kurang berkenan atas suami/istri kita, lantas kecewa.

Padahal seorang lelaki yang shalih ataupun seorang wanita yang shalihah adalah juga manusia biasa. Mereka pasti punya kekurangan dan kelemahan. Yang perlu ditanamkan adalah bahwa sejatinya kita menikah dengan seorang manusia bukan malaikat. Seorang yang pasti ada kekurangan namun banyak juga kelebihan.

Bukankah menikah adalah saling melengkapi, menutupi dan memperbaiki kekurangan satu dengan yang lainnya. Ia punya kekurangan, pasti, tapi bukankah ia juga punya banyak kelebihan. Sadarilah bahwa Allah telah memilihmu sebagai pendamping hidupnya. Artinya hanya kamu yang dipilih oleh Allah untuk bisa memahami dan memaklumkan kekurangannya. Hanya kamu yang dipilih oleh Allah untuk bisa menutupi dan memperbaiki kelemahannya.

Ingatkah kita tentang kisah A’isyah ra dan Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam perihal peristiwa cinta yang kesalingpengertian. Suatu ketika A’isyah ra pernah merasa khawatir dan cemas hingga larut malam Rasululullah shalallahu’alaihi wassalam tak kunjung pulang. Tidak ada kabar kepastian kapan Rasulullah kan datang dan mengetuk pintu.

Namun layaknya seorang istri yang pengertian, ia pun tak nyenyak mengistirahatkan raganya di tempat tidur sebagaimana Rasulullah biasa tidur. A’isyah ra gusar, ia akhirnya memilih menunggu sang suami, Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam di balik pintu, ya persis bersandar di belakang pintu.

Pun demikian yang terjadi pada Rasulullah Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam. Akhirnya beliau pulang ke rumah meski malam nampak sudah terlalu larut. Dan apa yang dilakukan oleh Sang Baginda Nabi, ternyata ia juga memiliki cinta kesalingpengertian. Setelah sampai di depan pintu rumah, Rasul memilih untuk tidak mengetuk pintu.

Beliau berpikir barangkali istrinya tercinta pasti sudah terlelap tidur setelah lelah mengurus rumah seharian. Rasul tak ingin kepulangannya mengganggu A’isyah, bahkan hanya sekedar mengetuk pintu pun Rasulullah tak lakukan. Dan beliau memilih tidur di depan pintu rumahnya sendiri, berselimutkan dinginnya angin malam dengan pakaian seadanya. Dua sejoli yang agung nan mulia, tidur berbatas pintu, raga saling memunggung namun sejatinya hati saaling memeluk. Erat, erat sekali.

Dari sekelumit kisah tersebut kita jadi mengetahui bahwa dalam rumah tangga, cinta harus dibangun asas kesepemahaman, kesalingpengertian berikhtiar untuk menyamakan frekuensi. Dan Islam mengajarkan semua itu. 

Yaitu semangat saling ingin memahami bukan ingin dipahami. Semangat saling ingin mengerti bukan ingin dimengerti. Semangat saling ingin menutupi kekurangan bukan membuka aib dan kekurangan ketika bertengkar. Dan semangat saling ingin membahagiakan bukan ingin dibahagiakan.


Bahwa lebih baik kita menghebatkan kelebihan pasangan hidup kita sekecil apapun itu jauh lebih baik ketimbang kita banyak mengingat apalagi mengeluh perihal kekurangannya. Maka cinta kesepemahaman adalah cinta yang saling ingin membahagiakan dan tak mengungkit kekurangan. Cinta yang saling membawa kabaikan untuk bervisi pada keridhaan-Nya. Jadi sadarilah bahwa seshalih/ah apapun pasangan hidup kita, ia tetaplah manusia bukan nabi atau malaikat.

Post a Comment

0 Comments