Pemuda keren asal Persia ini
adalah sosok penggagas awal ide strategi Perang Khandaq dengan membangun parit
(kandhaq) di sekeliling pasukan umat Islam. Ialah Salman al-Farisi yang cintanya
juga sempat kandas ketika melamar seorang gadis impiannya yang dimakcomblangi oleh
sahabat kenthelnya Abu
Darda.
Semasa kepemimpinan Umar bin
Khatab, Salman mendapat tunjangan yang melimpah yaitu antara empat hingga enam
ribu dirham. Namun tunjangan itu semua tak sedikitpun dinikmati oleh Salman, ia
memilih membagi-bagikannya hingga habis kepada para sahabat atau orang sekitar
yang lebih membutuhkan.
Sedangkan Salman memilih
untuk membuat anyaman dengan bermiodal uang satu dirham kemudian ia jual di
pasar hingga laku tiga dirham. Dari hasil berdaganglah Salman merasa bahagia
dan lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
“Seandainya Umar melarangku
untuk berbuat demikian (menganyam), sungguh aku tetap tak akan berhenti” ucap Salman sebagai
peringatan bahwa ia lebih suka hidup dengan harta jerih payahnya. Salman
memilih untuk hidup zuhud dan sederhana dengan cukup satu dirham untuk memenuhi
kebutuhannya dari hasil berjualan.
Hisyam telah meriwayatkan
dari Al-Hasan bahwa “Tunjangan Salman sebanyak 5.000 dirham per tahun. Namun ia
berpidato dihadapan 30.000 orang dengan mantel yang dijadikan alas duduk,
sedangkan separuhnya untuk menutup tubuhnya. Jika uang tunjangannya dating, ia
langsung membagi-bagikannya hingga habis. Salman hidup hanya mengandalkan dari
hasil jualan.
Ketika Rasulullah saw telah
wafat, Salman dikenal dengan sosok pemimpin yang begitu zuhud. Hingga
Ali bin Abi Thalib menggelari Salman dengan “Luqman al-Hakim”. Alasannya adalah
karena Salman telah dikaruniai ilmu yang pertama dan juga ilmu yang terakhir,
yaitu telah membaca kitab yang pertama dan kitab yang terakhir.
Laku zuhudnya adalah nasehat
dan panutan bagi sahabat yang lain. Ketika Salman tengah mengalami sakit yang
parah hingga seakan ajal telah begitu dekat, Sa’ad bin Abi Waqqash
menjenguknya. Ketika Salman melihat salah seorang sahabat tercintanya yaitu
Sa’ad, lantas bercucuran air mata Salman.
Sa’ad keheranan dan bertanya
“Apa yang engkau
tangisi wahai Abu Abdillah (Salman) ? Sedangkan Rasulullah saw wafat dalam
keadaan ridha padamu”. Salman berkata “Demi Allah, aku tak
menangis keran takut mati ataupun mengharapkan kemewahan dunia. Melainkan aku
teringat akan pesan Rasulullah pada kita semua”.
Rasullullah saw pernah
berucap “Hendaklah
bagian setiap kalian dari kekakyaan dunia ini seperti bekal seorang
pengendara”. “Padahal harta milikiku begitu banyak”, ungkap Salman. Nampak
bertambah heran Sa’ad, padahal Sa’ad hanya melihat disekeliling perabotan rumah
Salman beruba satu piring dan sebuah wadah untuk bersuci.
Pada saat Salman menajbag
sebagai Gubernur Madain, ia tetap menolak untuk memperoleh gaji dan tunjangan.
Meski pakaiannya hanya satu dua helai mantel. Pada suatu momen pernah seorang
khalifah dagang dating dari Syria dengan membawa buah tin dan kurma.
Ketika di perjalanan ia
melihat seorang dengan pakaian biasa dan nampak miskin, ia meminta bantuan
orang tersebut untuk membantu membawakan barang dagangannya. Ia juga
menjanjikan bahwa akan memberi upah yang sepadan atas jasa seseorang yang telah
membawakan dagangannya.
Di tengah perjalanan,
orang-orang yang berpapasan dengan khalifah dagang tersebut memberi salam “Semoga keselamatan
dilimpahkan kepada Gubernur”. Pedagang tadi lantas agak keheranan, gubernur
siapa yang orang-orang tadi maksud.
Keheranan Nampak semakin
memuncak ketika tetiba saja orang-orang berlari menuju padanya dan ikut
membantu membawakan beban barang dagangan. Orang-orang tersebut sambil berucap “Berikanlah kepada
kami (barang bawaan) itu wahai gubernur”.
Barang sekejap pedagang dari
Syria tersebut sadar bahwa kuli yang ia rekrut di jalan tadi tak lain dan tak
bukan adalah seorang gubernur, Salman al-Farisi. Pedagang tersebut langsung
saja menyesal dan sungkem sujud meminta maaf pada Sang Gubernur dan menarik
dagangan yang sedang dipikul Salman. Tapi apa respon Salman, ia menolak barang
yang tengah ia pikul direbut. “Tidak sebelum
kuantar sampai ke rumahmu”, jawab Salman.
Salman pernah ditanya alasan
mengapa ia selalu menolak jabatan dan cenderung menghindar. Ia menjawab “Karena
manis waktu memegangnya dan pahit saat melepaskannya”.
Wallahu’alam Bishshawab
0 Comments