Petugas Perpustakaan Tak Seramah Mbak-Mbak SPG




Sedari kuliah perpustakaan bagi saya pribadi selalu menjadi tempat favorit yang tiada duanya. Mungkin bukan hanya saya tapi juga bagi banyak orang dimana berada di dalamnya begitu damai dan membahagiakan. Tempat dimana kita dapat bercengkrama dengan segudang sumber ilmu dan membuka cakrawala dunia.


Perpustakaan adalah satu ciri dimana sebuah negara atau peradaban dianggap maju. Budaya literasi akan tercermin dari seberapa menjamurnya perpustakaan di negara tersebut. Semakin mewabah perpustakaan bahkan hingga di tiap-tiap distrik/kecamatan maka semakin tinggi dan maju tingkat literasi masyarakat tersebut.


Namun ada yang berbeda di negeri ini khususnya mungkin di daerah saya beraktifitas dan tinggal. Perihal perpustkaan ada keunikan tersendiri ketika saya kuliah di salah satu kampus negeri di pulau jawa. Tak ada yang salah perpustakaannya tetap menjadi tempat berjibun ribuan buku dan mengasyikan, namun tidak dengan petugasnya.


Entah salah apa para mahasiswa dan pembaca yang budiman, seringkali kedatangannya nampak tak diinginkan oleh ibu-ibu dan bapak-bapak petugas perpustakaan. Berbeda dengan mbak-mbak SPG yang sedari jauh sudah menyapa dengan ramah gemulai nan menggoda. Tentu kami tak berharap adanya senyum ramah dan sambutan dari para staf yang statusnya setahu saya juga PNS ini. Tapi jika ada pun tentu lebih baik.


Namun ada beberapa sikap dari mereka para petugas perpustakaan di kampus saya dulu ini yang menurut saya agak gapleki. Sebut saja ketika para pengunjung sedang asyik mencari referensi dan bergulat dengan bahan bacaan. Ada saja petugas yang seakan nampak kurang ramah penuh, tak teriring senyum dan sapa, tercermin dengan cara mereka menata dan mengambil bertumpuk buku yang sudah tak dibaca di meja.


Suara jalan saat menata dan suara troli berisis tumpuka buku untuk ditata di rak yang terkadang menimbulkan gaduh. Masih mending itu, yang paling parah adalah momen-momen “pengusiran” para pengunjung yaitu ketika denting waktu menunjuk pukul 5 sore. Betapa kasihan mereka yang tengah asyik membaca atau mengerjakan tugas kuliah, eh malah diteriaki dengan nada-nada memburu agar cepat segera keluar dan meminjam buku.


Saya dan teman-teman nyaris hafal sekaligus miris dengan laku-laku tersebut. Ternyata kekecewaaan saya tak berhenti disitu. Adalah ketika saya mulai mengenal Perpustakaan Daerah. Ya, perpustakaan milik pemerintah daerah dimana perpustakaan tersebut terletak di ibu kota salah satu provinsi di Jawa.


Bayangkan perpustakaan sekelas perpusda ternyata para petugasnya juga tak jauh beda ketika saya di kampus dulu. Momen-momen “pengusiran” salalu ada bahkan ketika waktu masih menunjuk pukul 4 sore. Alasannya tentu agar ada rentang waktu bagi para petugas perpustakaan untuk merapikan buku, selain pulang tepat waktu tentunya.


Memang perpustakaan di Indonesia rata-rata amat sangat jarang yang buka 24 jam bahkan seringnya perpustakaan-perpustakaan buka menurut jam kerja yaitu 8 jam, alamak.  Jadi iri ketika mendengar para awardee LPDP dan semacamnya bercerita bagaimana kondisi perpustakaan di luar negeri dibanding dengan di Indonesia


Perpustakaan di luar negeri bukan hanya unggul dari segi koleksi buku dan database jurnal, mereka juga unggul dalam jumlah pinjaman buku dan durasinya. Jumlah pinjaman buku untuk seorang mahasiswa bisa mencapai lebih dari 10 buku, bahkan ada yang sampai 50 buku. Durasinya pun tak tanggung-tanggung bisa hampir 3 pekan bahkan lebih. Dan bisa diperpanjang hingga 3 kali periode peminjaman.


Tak cukup itu, kita tahu semua perpustakaan diluaran sana bisa buka 24 jam, terutama yang berlokasi di kampus-kampus ternama dan dengan suasana yang tenang lagi nyaman, bikin nagih. Saking tenangnya bahkan konon suara pulpen jatuh pun akan terdengar. Tempat ruang perpustakaan pun bukan hanya nyaman dan bikin pengunjung betah, lebih dari itu mereka benar-benar menyediakan fasilitas yang memanjakan para pembaca.


Mulai dari tempat duduk yang beraneka ragam, space ruang baca yang variatif, ada yang terbuka, sendiri ataupun tertutup yang biasa dinamakan “Quiet Study Area”. Yang tak kalah penting komputer yang disediakan bagus dengan wifi yang lancar jaya.  Tentu, saya juga haqul yaqin para petugasnya juga tak segapleki di perpustakaan yang saya temui. Jangan tanya judul buku atau tema referensi tertentu yang ada hanya akan mengarahkan ala kadarnya karena ketidaktahuan posisi dengan tema dan judul buku tersebut.


Di luar negeri petugas perpustakaannya pun pasti memiliki tingkat pendidikan minimal strata dua atau starata tiga. Bagi mereka petugas perpustakaan adalah mereka yang memang benar-benar passionate di bidang membaca serta diharuskan tahu banyak tentang buku dan bahan referensi. Sehingga tak akan terjadi peristiwa-peristiwa yang bikin ilfeel saat kita sedang membaca dan beraktifitas di perpustakaan. Dan tentunya pasti mereka juga ramah penuh senyum sapa ketika kita bertanya apapun di perpustakaan.


Ah, apakah ini tanda bahwa budaya literasi kita memang belum begitu membaik. Nampaknya perlu perhatian lebih dari pemerintah. Membangun SDM artinya juga membangun budaya literasi, yang artinya pula membangun bangunan-bangunan perpustakaan. Bukan hanya membangun fisiknya semata tapi juga orang-orang yang terlibat dalam segala hal terkait perpustakaan di dalamnya adalah orang-orang yang tepat. Karena perpustakaan adalah sarana yang paling pas untuk memulai budaya literasi.


Jadi agar semakin berkembang dan majunya literasi di negeri ini, penting untuk pemerintah membangun kondisi yang lebih baik untuk seluruh perpustakaan, terlebih di pabrik-pabrik kecerdasan (kampus). Semua itu tak lain dan tak bukan, agar budaya literasi masyarakat negeri ini mampu menandingi budaya lisan yang sedemikian urakan, terutama di media sosial. Yaitu seperti komen-komen yang menghakimi tanpa berbasis keilmuan dan referensi. Selain itu semakin membaiknya tingkat literasi ujungnya pula dapat mengurangi produksi dan berkembangnya hoaxs di alam maya tempat jamaah netizen berkumpul.


Mungkin selarik tulisan ini hanyalah sebuah refleksi pengalaman subjektif semata. Semoga tidak terjadi di perpustakaan daerah dimana kalian tinggal atau menempuh studi.

Post a Comment

0 Comments