Menikmati hura-hara berita corona yang
hampir-hampir saja membuatku lupa untuk bahagia. Dari berita di tv, media
online, story temen, broadcast grup-grup
WA hingga sebaran medsos lainnya yang memborbardir tiap hari.
Akhir-akhir ini masyarakat kita juga lebih
banyak pusing mikirin naiknya harga masker dan hand stabilizer hand sanitizer dari
pada minyak goreng dan beras. Semua kalang kabut, sibuk mencari barang-barang
itu, hingga membuat harganya melangit tak masuk akal.
Pusing mungkin juga dialami para siswa
sekolah yang udah mulai jenuh dan stres. Awalnya diminta belajar di rumah, eh
malah dijrenteng tugas
online tak berkesudahan, keluh beberapa orang tua murid mengenai kelelahan
anaknya.
Belum lagi ditambah gonjang-ganjing kondisi
ekonomi negeri di tengah corona, dolar yang ngegas rupiah
yang mundur rapi beraturan. Dan semua toxic-toxic lainnya yang seolah semakin
membuat jiwa insecurity-ku
membuncah. Tapi tenang, kan masih ada Allah, “teriak batin kecilku”. Nyeessss
Saya yakin semua kondisi tersebut juga
hampir dirasakan seluruh masyarakat Indonesia. Jadi nggak usah
berkecil hati, kamu tak sendiri. Seketika jadi teringat lirik lagu “Rehat” dari
Bang Kunto Aji : Tenangkan hati, semua
ini bukan salahmu. Jangan berhenti, yang kau takutkan takkan terjadi …
Di tengah badai corona, selain kondisi alam
bumi yang semakin membaik. Yaitu bumi kita sejenak mengambil nafas dari
pekatnya kabut polusi ulah manusia. Ada satu pelajaran yang dapat saya petik.
Adalah bertambahnya kosa kata Bahasa Inggrisku yang misqueen.
Mungkin sudah dipahami bahwa Bahasa Inggris
seolah menjadi bahasa wajib kedua di tanah air. Semua jenjang pendidikan ujian
akhir selalu ada soal Bahasa Inggris. Belum lagi sejumlah beasiswa yang
mengharuskan sertifikat IELTS/TOEFL dalam persyaratannya.
Belajar vocab dan grammar yang
tak ada habisnya sejak SD hingga bangku kuliah, menghafal diksi dan kosa kata english yang
mudah banget menguap di kepala. Pengalaman tersebut membuat persitiwa pandemi
corona begitu berarti.
Jadi semua sudah tahu, bukan hanya corona
yang mewabah, beberapa kosa kata bahasa asing juga mewabah diantaranya social distancing dan lockdon’t lockdown.
Entah mengapa pemerintah dan media tidak lebih menggunakan istilah Bahasa
Indonesia. Mungkin dikarenakan sulitnya mencari padanan makna kedua kata
tersebut.
Atau jika istilah “jaga jarak aman”
digunakan menggantikan social distancing, mungkin malah akan
terkesan seperti tulisan-tulisan dibelakang truck pantura. Yang biasanya nampak
inspiratif, seperti “Cinta Bersemi Tatkala
Dompet Terisi”, "Sambil Nyetir Kita Dzikir", dan "Lagi
Rak Pengen Karaoke, Pengenku Mung Karo Koe, Nanging Sayange Wis Karo Kae".
Terlepas dari semua itu, setidaknya dua
kosa kata tersebut tak akan lekang dipikiranku, social distancing dan lockdown. Akan
selalu ku ingat arti dan peristiwa yang tersimpan dibaliknya.
Begitulah, corona memang datang mengubah
banyak hal dalam hidup kita. Aktifitas yang terbatas, hanya itu-itu aja yang
bisa dikerjakan. No keluyuran, no event, no nongki, no diskusi, hingga no
taklim bareng ukhti-ukhti akhi-akhi. Tapi pasti dibalik semua
itu pasti Allah selalu beri hikmahnya. Percayalah.
0 Comments