Berkurban atas nama keluarga bisa dikategorikan beberapa cara :
Pertama,
menyediakan hewan kurban untuk setiap anggota keluarga. Sehingga masing-masing
anggota keluarga mempunyai hewan kurban.
Kedua,
yang berkurban hanya satu orang namun pahalanya diatasnamakan seluruh anggota
keluarga.
Ketiga, berkurban secara patungan untuk dibelikan satu hewan kurban.
Baik kita bahas yang pertama. Jika kita termasuk mampu, maka membelikan semua anggota keluarga (suami, istri, dan anak-anaknya) adalah yang terbaik. Sehingga setiap anggota keluarga berkurban satu ekor. Jikapun lebih (misal 2 atau 3 ekor per anggota keluarga) tentu lebih baik. Yang terpenting jika ada berlebih diatasnamakan satu anggota, dan tidak harus merata. Misal suami 2 ekor, istri 1 ekor dan anak 1 ekor dan yang semisalnya. Maka ini mengambil kategori cara pengatasnamaan hewan kurban yang pertama.
Kemudian bisa juga memilih, misal 4 ekor kambing untuk 4 anggota keluarga atau 1 ekor sapi untuk 4 anggota keluarga atau 2 sapi untuk 4 angggota keluarga. Semua itu juga tida masalah. Asal tetap mengembalikan hukum bahwa per ekornya untuk kambing hanya bisa 1 orang dan sapi (maksimal) 7 orang. Hukum untuk sapi berlaku sama juga untuk unta. Yang menjadi landasan adalah hadis riwayat Muslim
Dari Jabir bin Abdullah ia berkata “Kami pernah menyembelih
kurban bersama Rasulullah ï·º di tahun perjanjian Hudaibiyah, untuk kurban seekor unta atau
seekor sapi, kami bersekutu tujuh orang.” (H.R.Muslim)
Jika menyediakan hewan kurban untuk setiap anggota keluarga belum mampu, sedangkan ada keinginan untuk berkurban untuk semua anggota keluarga. Maka bisa mengambil bentuk kedua. Yaitu berkurban dengan memberikan pahalanya kepada seluruh anggota keluarga (sekeluarga).
Caranya adalah dengan berkurban atas
nama kepala keluarga atau satu anggota keluarga. Kemudian diniatkan pahalanya
untuk seluruh anggota keluarga. Mudhohhi atau orang yang berkurban (yang
namanya disebutkan secara jelas) hanya satu saja. Para ulama mendasarkan dalil
kebolehan tersebut pada hadis riwayat Imam Muslim :
Dari ‘Aisyah, bahwa Rasulullah ï·º pernah menyuruh untuk diambilkan dua ekor domba bertanduk yang di kakinya berwarna hitam, perutnya terdapat belang hitam, dan di kedua matanya terdapat belang hitam. Kemudian domba tersebut di serahkan kepada beliau untuk dikurbankan, lalu beliau bersabda kepada ‘Aisyah: “Wahai ‘Aisyah, bawalah pisau kemari.” Kemudian beliau bersabda: “Asahlah pisau ini dengan batu.” Lantas ‘Aisyah melakukan apa yang di perintahkan beliau, setelah di asah, beliau mengambilnya dan mengambil domba tersebut dan membaringkannya lalu beliau menyembelihnya.” Kemudian beliau mengucapkan: “Dengan nama Allah, ya Allah, terimalah ini dari Muhammad, keluarga Muhammad, dan ummat Muhammad.” Kemudian beliau berkurban dengannya.” (H.R.Muslim)
Kemudian jika tidak ingin dengan kedua cara di atas, maka bisa juga mengambil cara ketiga. Yaitu dengan cara patungan (bisa anggota keluarga bisa diluar anggota keluarga) untuk berkurban 1 ekor kambing. Lantas pengatasnamaannya bisa memilih cara yang pertama atau kedua. Yang jelas untuk kambing hanya bisa atas nama untuk 1 orang.
Para ulama menghukumi demikian karena memang tidak adanya dalil yang menunjukan bahwa kambing boleh atas nama lebih dari 1 orang (berbeda halnya dengan sapi atau unta). Hadis riwayat At-Tirmidzi :
Umarah bin Abdullah ia berkata; Aku mendengar Atha bin Yasar berkata, “Aku pernah bertanya kepada Abu Ayyub Al Anshari, bagaimana kurban yang dilakukan pada masa Rasulullah ï·º ?”, ia menjawab; “Seorang laki-laki menyembelih seekor kambing untuk dirinya dan keluarganya, mereka makan daging kurban tersebut dan memberikannya kepada orang lain. Hal itu tetap berlangsung hingga manusia berbangga-bangga, maka jadilah kurban itu seperti sekarang yang engkau saksikan (hanya untuk berbangga-bangga).” (At-Tirmidzi)
Selain itu para sahabat juga tidak pernah ada yang berkurban secara patungan kambing. Adapun jika secara patungan dan membeli seekor kambing atau lebih jika tidak dinamakan salah seorang anggota keluarga (atau lainnya) maka kurbannya tidak sah. Dan dihitung sebagai ibadah sedekah biasa (bukan kurban).
Dari sedikit pemaparan ringkas di atas kita semua bisa memilih sesuai dengan kondisi dan pilihan yang dikehendaki. Apapun itu, sudah sepantasnnya kita mengusahakan ibadah kurban mengingat keutamaanya yang besar.
Wallahu a’lam bishshawwab …
0 Comments