Hewan kurban yang sudah disembelih semua bagiannya seperti kulit, kepala, pelana, pakainnya atau tali tidak diperkenankan untuk dijual. Baik oleh orang yang berkurban maupun panitia kurban. Sehingga semuanya harus didistribusikan secara merata sesuai peruntukannya.
Dalilnya adalah hadis “Rasulullah ﷺ memerintahkanku agar aku mengurusi onta-onta kurban beliau, menshadaqahkan dagingnya, kulitnya dan jilalnya (semacam penutup punggung/pakaian unta). Dan agar aku tidak memberikan sesuatupun (dari kurban itu) kepada tukang jagalnya. Dan beliau bersabda : “Kami akan memberikan (upah) kepada tukang jagalnya dari kami” (HR. Muslim)
Dalam riwayat lain Rasulullah ﷺ bersabda : “Barangsiapa yang menjual kulit kurbannya maka tidak ada kurban bagi dirinya,” (HR Hakim)
Sementara itu Imam An-Nawawi dalam Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzab menerangkan bahwasannya tidak diperbolehkan menjual bagian apapun dari hewan kurban. Baik itu kurban sunah maupun kurban wajib. Karena hal tersebut bisa menyebabkan kurbannya tidak sah.
Selain itu Imam Nawawi menjelaskan “Dan madzhab (pendapat) kami (Syafi’iyah), tidak boleh menjual kulit hadyu atau kurban, dan tidak boleh pula (menjual) sesuatu dari bagian-bagiannya. Inilah madzhab kami. Dan ini pula pendapat Atho, An-Nakha’i, Malik, Ahmad dan Ishaq. (Syarah Muslim 5/74-75)
Begitu pula pendapat Imam Ash- Shan’ani bahwasannya para ulama berbeda pendapat tentang menjual kulit dan bulunya, yang termasuk bisa dimanfaatkan. Jumhur ulama mengatakan tidak boleh, namun Imam Abu Hanifah berpendapat boleh menujualnya dengan bukan dinar atau dirham, yakni dengan ‘uruudh (barang berharga selain emas). (Dalam Subulus Salam, 4/95)
Sehingga bagian hewan kurban seperti kulit, kepala, ekor dan semacamnya bisa dipotong-potong dan didistribusikan secara merata bersama dagingnya. Termasuk panitia dilarang menjual bagian tersebut meski hasilnya nanti untuk operasional atau upah. Hal tersebut tidak diperbolehkan dan kurbannya tidak sah.
Kurban adalah semacam persembahan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan hak kurban itu sudah menjadi milik Allah. Maka menjualnya berarti menarik kembali sesuatu yang sudah kita persembahkan untuk Allah.
Hal tersebut berbeda jika daging atau bagian lain dari hewan kurban (kulit, kepala, ekor dll) yang sudah diterima oleh golongan fakir miskin. Maka mereka boleh menjualnya. Karena hal tersebut sudah menjadi hak mereka (fakir miskin) dan tidak bisa disamakan dengan panitia kurban. Termasuk orang kaya yang menerima hewan kurban juga tidak diperkenankan menjualnya. Ia hanya boleh mengkonsumsinya sendiri atau diberikan kepada orang lain.
Adapun permasalahan operasional panitia, hal itu bisa disampaikan kepada pemilik hewan kurban bahwa ada biaya operasional yang harus dibayar jika hendak menitipkan kurbannya. Termasuk upah dari tukang jagalnya. Sehingga setiap bagian dari hewan kurban yang diterima anggota panitia atau tukang jagal sebagai mana haknya seperti orang lain(sebagai sedekah atau hadiah) dengan kadar yang lazim.
Wallahu’alam bishshawwab …
0 Comments