Sebagian besar masyarakat saat ini ketika berkurban menyerahkan/memasrahkan mulai dari penyembelihan hingga distribusi ke masjid atau panitia kurban. Lantas timbul pertanyaan, apakah boleh memberi upah tukang jagal atau panitia yang terlibat dengan daging kurban ?
Semua bagian dari hewan kurban mulai daging, kulit, kepala ataupun segala aksesoris yang melekat (pelana, tali dll) tidak boleh dijadikan upah untuk tukang jagal ataupun panitianya.
Landasan dalilnya adalah hadis yang salah satunya diriwayatkan oleh Imam Muslim maupun Abu Dawud :
“Dari Ali, ia berkata, “Rasulullah ﷺ memerintahkan kepadaku untuk menangani (menyembelih) unta kurban beliau, menyedekahkan dagingnya, kulitnya dan aksesorinya, dan (beliau juga memerintahkan agar) aku tidak memberi sedikitpun (daging kurban dan aksesorinya) itu kepada tukang jagal’. Ali berkata, ‘kami memberi (upahnya) dari (harta) kami sendiri” (HR. Muslim, HR. Abu Dawud)
Dari riwayat tersebut tergambar bahwa Ali ra tidak memberi bagian dari hewan kurban kepada tukang jagal (maknanya sebagai upah). Melainkan diambilkan dari harta sendiri.
Jadi semua bentuk operasional yang melekat pada pelaksanaan penyembelihan hewan kurban (termasuk tukang jagal) adalah tanggung jawab shahibul kurban (orang yang berkurban).
Demikian juga penjelasan dari Syeikh Zakaria Al-Anshari : ”Haram hukumnya menghilangkan atau menjual sesuatu yang termasuk bagian dari hewan kurban sunah dan hadyu (wajib), dan haram pula memberi upah tukang jagalnya dengan sesuatu yang menjadi bagian hewan kurban itu. akan tetapi tukan jagal menjadi tanggung jawab orang yang berkurban dan hadyu sebagaimana biaya memanen.”
Sejatinya ibadah kurban dilakukan oleh mudhohhi (orang yang berkurban). Namun karena satu dan lain hal sehingga ia tidak bisa melaksanakannya secara langsung maka diwakilkan oleh panitia kurban atau orang lain. Otomatis segala bentuk biaya yang timbul juga harus tetap dibebankan kepada si pekurban, termasuk upah tukang jagal.
Selain itu si pekurban dilarang menjual bagian dari hewan kurban, artinya jika ia menjadikan bagian hewan kurban sebagai upah berarti sama saja menjualnya. Jika demikian maka tidak sah kurbannya.
Meski demikian bukan berarti tukang jagal atau panitia tidak boleh menerima bagian dari hewan kurban. Melainkan mereka menerima sebagaimana haknya orang yang menerima (karena kefakiran, sedekah atau hadiah) bukan sebagai upah.
Ibnu Qudamah menjelaskan “…Adapun jika dia (orang yang berkurban itu) memberinya (tukang jagal itu) karena kefakirannya atau dalam konteks hadiah, maka itu tidak mengapa. Karena ia (tukang jagal itu) berhak untuk mengambil, jadi dia seperti yang lainnya. Bahkan dia lebih utama karena dialah yang menangani (penyembelihan) kurban itu dan dirinya juga berminat kepadanya..." (Al Mughni)
Dan hal tersebut memang harus ditegaskan akadnya di masyarakat. Karena dikhawatirkan masih ada yang salah paham bahwa bentuk upahnya tukang jagal adalah mendapat bagian lebih dari kurban. Ini tidak dibenarkan dan salah.
Wallahu’alam bishshawwab …
0 Comments